Rabu, 13 Mei 2015

Just do it, Move on                                                                                                                              

Sendiri itu menyenangkan! Kenapa? Karena bebas. Bisa deketin siapa aja. Sendiri itu kebebasan, kebebasan kalau tadinya waktu pacaran merasa nggak bebas dan terkekang selama pacaran berarti sebuah perubahan. Dan nggak pernah ada orang yang bilang kalau perubahan itu mudah.

Perubahan itu identik sama dengan memulai yang baru. Makanya, nggak jarang kita menemukan orang-orang yang susah move on, termasuk gue.

Curhat dikit, gaes. Belum lama ini gue baru aja putus. Tapi gue masih berusaha mempertahaninnya, entahlah nanti hasilnya apa. Kan katanya, pacaran itu kaya sepatu, semua orang punya sepatu dan nggak semuanya pas. Ada dua pilihan, masih mau pake sepatu itu atau cari sepatu lain. Gue masih mau pake sepatu yang lama. Selain karna pas, juga masih nyaman buat dipake.

Move on itu seperti berlari. Ketika kita baru saja menyudahi satu sesi lari, diisi dengan mengerahkan tenaga, melewati haling rintang yang di ibaratkan sebuah kenangan. Kemudian lari itu harus berhenti, benar-benar terhenti. Dan supaya tidak berlarut-larut, kita dituntut untuk langsung berlari lagi. Pasti dibutuhkan tenaga yang ekstra tinggi. Makanya, terasa berat.

Banyak yang bilang, orang yang nggak mau memulai sama yang baru itu disebut susah move on. Susah move on bukan berarti susah memulai dengan orang baru. Karena sebelum memulai sama orang yang baru, orang yang baru putus itu harus menghadapi maasa-masa move on, yaitu menjalani hidup tanpa dia. Melewati hari-hari dengan melupakan kebiasaan-kebiasaan lama saat bersamanya. Dan sepertinya, untuk menghadapi tahap ini aja, gue belum benar-benar siap.

Sendiri berarti kebebasan… sampai datang waktunya kesepian.

Gue nggak sadar, kalau hubungan gue waktu itu sama dia ibarat orang yang punya hobi dan asyik kerja, tapi dia lupa makan, dan akhirnya orang itu sakit. Tapi gue nggak cepet-cepet buat mengobatinya dan semakin parah. Gue nggak berusaha menyelamatkan hubungan ini yang semakin parah seperti kanker stadium empat dan hasilnya malah dapet kabar yang lebih menyakitkan lagi. Harus berpisah.

Seperti obat yang rasanya nggak enak. Yang namanya sebuah “Perbaikan” emang nggak pernah terasa enak. Tapi se-enggak enak apapun sebuah perbaikan, tujuannya supaya semuanya jadi lebih baik. Meski nggak enak, kalau perbaikan itu udah selesai, semuanya bakal baik lagi.

Yang dipertahankan saja bisa hilang, apalagi yang tidak.

Semua yang pernah gue lewatin sama dia, semua terasa manis. Semua yang gue sama dia lalui bareng-bareng, semua manis. Hampir semua. Gue sadar, untuk bisa bersama, rasa sayang aja nggak cukup. Harus selalu ada buat dia yang tersayang. Dan mungkin gue nggak bisa, atau bahkan kita sama-sama nggak bisa.

Mungkin sekarang dia nggak pernah bisa menutupi ‘lubang’ yang ada di hati gue. Akhirnya seperti gigi, lubang itu dibiarkan, semakin besar, dan semakin terasa sakit. Ketika rasa sakit itu sudah semakin parah, maka satu-satunya gigi itu harus dicabut. Seperti gigi pula, perasaan yang ada di antara gue dan dia (mungkin) sekarang harus benar-benar dicabut.

     Semua yang indah, sia-sia kalau cuma “pernah”




1 komentar: