SKALA
PENGUKURAN DAN INSTRUMEN PENELITIAN
Dalam penelitian
kuantitatif, peneliti akan menggunakan istrumen untuk mengumpulkan data
penelitian. Istrumen penelitian ini digunakan untuk meneliti variabel yang
diteliti. Dengan demikian junlam instrumen yang akan digunakan untuk penelitian
tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Instrumen-instrumen penelitian
sudah ada yang dibekukan, tapi ada yang harus dibuat peneliti sendiri. Karena instrumen
penelitian akan diguankan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan
data kuantitatif yang akurat, maka setiap istrumen harus mempunyai skala.
Skala pengukuran
merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya
interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan
dalam penelitian akan menghasilkan data kuantitatif. Sebagai contoh, misalnya
timbangan emas sebagi instrumen untuk mengukur berat emas, disebut dengan skala
mligram (mg) dan kan menghasilkan data kuantitatif berat emas dalam satuan mg
bila digunakan untuk mengukur; meteran dibuat untuk mengukur panjang dibuat
dengan skala mm, dan akam menghasilkan data kuantitatif panjang dengan satuan
mm.
Ada beberapa macam
teknik skala yang bisa digunakan dalam penelitian. Antara lain adalah: Skala
Linkert, Skala Guttmann, Skala Bogardus, Skala Thurstone, Skala Semantic, Skala
Stipel, Skala Paired-Comparison, Skala rank-Order. Kedelapan maca teknik skala
tersebut bila digunakan dalam pengukuran, akan mendapatkan data interval, atau
rasio. Hal ini tergantung pada bidang yang akan diukur.
Namun dalam kesempatan
kali ini saya hanya ingin mengulas tentang teknik skala Likert. Sesuai dengan
teknik skala yang telah saya gunakan dalam penyusunan skripsi saya.
Skala Likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang
tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan
secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel
penelitian.
Dengan
skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan, baik
bersifat favorable (positif) bersifat bersifat unfavorable (negatif).
A. PENGERTIAN
INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian
adalah semua alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki
suatu masalah. Instrumen penelitian dapat diartikan pula sebagai alat untuk mengumpulkan,
mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif
dengan tujuan memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis. Jadi
semua alat yang bisa mendukung suatu penelitian bisa disebut instrumen
penelitian.
Menurut Suharsimi
Arikunto (2000:134), instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang
dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar
kegiatan tersebut menjadi sistematis dan di permudah olehnya.
Ibnu Hadjar (1996:160)
berpendapat bahwa instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik variabel secara
objektif. Instrumen pengumpul data menurut Sumadi Suryabrata (2008:52)
adalah alat yang digunakan untuk merekam-pada umumnya secara
kuantitatif-keadaan dan aktivitas atribut-atribut psikologis.
Atibut-atribut psikologis itu secara teknis biasanya digolongkan menjadi
atribut kognitif dan atribut non kognitif. Sumadi mengemukakan bahwa untuk
atribut kognitif,perangsangnya adalah pertanyaan. Sedangkan untuk atribut
non-kognitif, perangsangnya adalah pernyataan.
Dari beberapa pendapat
ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian adalah alat bantu
yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi kuantitatif tentang variabel
yang sedang diteliti.
B. INSTRUMEN
PENELITIAN UNTUK PENELITIAN KUALITATIF
Satu-satunya instrumen
terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Peneliti
mungkin menggunakan alat-alat bantu untuk mengumpulkan data seperti tape
recorder, video kaset, atau kamera. Tetapi kegunaan atau pemanfaatan alat-alat
ini sangat tergantung pada peneliti itu sendiri.
Oleh karena itu dalam
penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah
peneliti itu sendiri, maka peneliti harus “divalidasi”. Validasi terhadap
peneliti, meliputi; pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan
terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek
penelitian -baik secara akademik maupun logiknya- (Sugiono,2009:305).
Peneliti kualitatif
sebagai human instrumen berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan
sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,
analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya
(Sugiono,2009:306).
Peneliti sebagai instrumen atau alat penelitian
karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi
terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna
atau tidak bagi penelitian,
2. peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan
diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data
sekaligus,
3. tiap situasi merupakan keseluruhan artinya
tidak ada suatu instrumen berupa test atau angket yng dapat menangkap
keseluruhan situasi kecuali manusia,
4. suatu situasi yang melibatkan interaksi
manusia tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata dan untuk memahaminya,
kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita,
5. peneliti sebagai instrumen dapat segera
menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis
dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentest hipotesis yang
timbul seketika,
6. hanya manusia sebagai instrumen dapat
mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan
menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan,
perbaikan atau perlakuan (Sugiono 2009: 308).
Peneliti sebagai
instrumen (disebut "Paricipant-Observer") di samping memiliki
kelebihan-kelebihan, juga mengandung beberapa kelemahan. Kelebihannya antara
lain:
1. Peneliti dapat langsung melihat, merasakan,
dan mengalami apa yang terjadi pada subjek yang ditelitinya. Dengan demikian,
peneliti akan lambat laut "memahami" makna-makna apa saja yang
tersembunyi di balik realita yang kasat mata (verstehen). Ini adalah salah satu
tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian kualitatif.
2. Peneliti akan mampu menentukan kapan
penyimpulan data telah mencukupi, data telah jenuh, dan penelitian dihentikan.
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dibatasi oleh instrumen
(misalnya kuesioner) yang sengaja membatasi penelitian pada variabel-variabel
tertentu saj
3. Peneliti dapat langsung melakukan pengumpulan
data, menganalisanya, melakukan leksi secara terus menerus, dan secara gradual
"membangun" pemahaman yang tuntas tentang sesuatu hal. Ingat, dalam
penelitian kualitatif, peneliti memang "mengkonstruksi" realitas yang
tersembunyi (tacit) di dalam masyarakat.
Sementara beberapa kelemahan peneliti sebagai
instrumen :
1. Tidak mudah menjaga obyektivitas dan
netralitas peneliti sebagai peneliti. Keterlibatan subjek memang bagus dalam
penelitian kualitatif, tetapi jika tidak hati-hati, peneliti akan secara tidak
sadar mencampuradukkan antara data lapangan hasil observasi dengan
pikiran-pikirannya sendiri.
2. Pengumpulan data dengan cara menggunakan
peneliti sebagai instrumen utama ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti
dalam menulis, menganalisis, dan melaporkan hasil penelitian. Peneliti juga
harus memiliki sensitifitas/kepekaan dan "insight" (wawasan) untuk
menangkap simbol-simbol dan makna-makna yang tersembunyi. Lyotard (1989)
mengatakan "lantaran pengalaman belajar ini sifatnya sangat pribadi,
peneliti seringkali mengalami kesulitan untuk mengungkapkannya dalam bentuk
tertulis".
3. Peneliti harus memiliki cukup kesabaran
untuk mengikuti dan mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada subjek yang
ditelitinya. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian dianggap selesai jika
kesimpulan telah diambil dan hipotesis telah diketahui statusnya, diterima atau
ditolak. Tetapi peneliti kualitatif harus siap dengan hasil penelitian yang
bersifat plural (beragam), sering tidak terduga sebelumnya, dan sulit
ditentukan kapan selesainya. Ancar-ancar waktu tentu bisa dibuat, tetapi
ketepatan jadwal (waktu) dalam penelitian kualitatif tidak mungkin dicapai
seperti dalam penelitian kuantitatif.
C. INSTRUMEN
PENELITIAN UNTUK PENELITIAN KUANTITATIF
Jika dalam penelitian
kualitatif, instrumen penelitian adalah penelitinya sendiri, maka dalam
penelitian kuantitatif, instrumen harus dibuat dan menjadi perangkat yang
"independent" dari peneliti. Peneliti harus mampu membuat instrumen
sebagus mungkin, apapun instrumen itu.
Pada umumnya instrument
penelitian dalam penelitian kuantitatif terbagi dua yakni tes dan non
tes. Tes sebagai instrument penelitian adalah suatu alat yang
berisi serangkaian soal-soal yang harus dijawab oleh responden untuk
mengukur suatu aspek tertentu, sesuai dengan tujuan penelitian. Selain
tes, terdapat instrumen berupa nontes, seperti skala sikap atau daptar
pernyataan untuk digunakan bagi peneliti yang menggunakan teknik pengumpulan
data jenis angket, pedoman wawancara untuk peneliti yang menggunakan teknik
intervieu atau wawancara, pedoman observasi untuk peneliti yang menggunakan
teknik observasi, dan lainnya.
Skala bertingkat
(ratings) adalah suatu ukuran subyaktif yang dibuat berskala. Walaupun skala
bertingkat ini menghasilkan data yang kasar, tetapi cukup memberikan informasi
tertentu tentang program atau orang. Intrumen ini dapat dengan mudah menberikan
gambaran penampilan, terutama panampilan di dalam orang menjalankan tugas, yang
menunjukan frekuensi munculnya sifat-sifat. Pedoman wawancara berisi sebuah
daftar pertanyaan yang mungkin akan diajukan kepada responden. Sedangkan
pedoman observasi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan
akan diamati.
D. LANGKAH-LANGKAH MENYUSUN
INSTRUMEN
Iskandar (2008: 79) mengemukakan enam langkah
dalam penyusunan instrumen penelitian, yaitu :
1. Mengidentifikasikan
variabel-variabel yang diteliti.
2. Menjabarkan
variabel menjadi dimensi-dimensi
3. Mencari
indikator dari setiap dimensi.
4. Mendeskripsikan
kisi-kisi instrumen
5. Merumuskan
item-item pertanyaan atau pernyataan instrumen
6. Petunjuk
pengisian instrumen.
E. VALIDITAS
DAN RELIABILITAS INSTRUMEN
Semua instrumen (baik
yang tes maupun non tes) harus memiliki dua syarat yaituValid dan reliabel.
Valid berarti instrumen secara akurat mengukur objek yang harus diukur. Reliabel
berarti hasil pengukuran konsisten dari waktu ke waktu.
Menurut Ibnu Hadjar
(1996:160), kualitas instrumen ditentukan oleh dua kriteria utama: validitas
dan reliabilitas. Validitas suatu instrumen menurutnya menunjukkan seberapa
jauh ia dapat mengukur apa yang hendak diukur. Sedangkan reliabilitas
menunjukkan tingkat konsistensi
dan akurasi hasil
pengukuran.
Sumadi Suryabrata
(2008:60)mengemukakan bahwa validitas instrumen didefinisikan sebagai sejauh
mana instrumen itu merekam/mengukur apa yang dimaksudkan untuk direkam/diukur.
Sedangkan reliabilitas instrumen merujuk kepada konsistensi hasil perekaman
data (pengukuran) kalau instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok orang
yang sama dalam waktu berlainan, atau kalau instrumen itu digunakan oleh orang
atau kelompok orang yang berbeda dalam waktu yang sama atau dalam
waktu yang berlainan.
Menurut Burhan Bungin
(2005:96,97) Validitas alat ukur adalah akurasi alat ukur terhadap yang diukur
walaupun dilakukan berkali-kali dan di mana-mana. Sedangkan reliabilitas alat
ukur menurutnya adalah kesesuaian alat ukur dengan yang diukur,
sehingga alat ukur itu dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
Misalnya, menimbang beras dengan timbangan beras, mengukur panjang kain
dengan meter, dan sebagainya.
Reliabilitas mempunyai
tiga dimensi yaitu Stabilitas, Ekivalensi, dan Konsistensi Internal (O'Sullivan
& Rassel, 1995). Stabilitas mengacu pada kemampuan instrumen untuk
menghasilkan data yang sama dari waktu ke waktu (dengan asumsi objek yang
diukur tidak berubah).
Ekivalensi mengacu pada
kemampuan dua atau lebih macam instrumen yang dibuat dua atau lebih peneliti
untuk mengukur satu hal yang sama. Misalnya, dua peneliti mengukur penggunaan
listrik di suatu aula. Dua peneliti ini menggunakan dua instrumen yang berbeda.
Tetapi jika temuan kedua peneliti ini sama, maka instrumen mereka memilki sifat
"ekivalen".
Konsistensi internal
tercapai jika semua item dalam instrumen mengukur satu hal yang sama. Jika
terdapat 10 pertanyaan tentang motivasi, maka ke 10 pertanyaan itu mengukur hal
yang sama (motivasi).
F. PENGUJIAN
VALIDITAS INSTRUMEN
Ada tiga jenis pengujian Validitas Instrumen.
(Sugiyono: 2010)
1. Pengujian Validitas Konstruk
Instrumen yang
mempunyai validitas konstruk jika instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengukur gejala sesuai dengan dengan yang didefinisikan. Misalnya akan mengukur
efektivitas kerja, maka perlu didefinisikan terlebih dahulu apa itu efektivitas
kerja. Setelah itu disiapkan instrumen yang digunakan untuk mengukur
efektivitas kerja sesuai dengan definisi.
Untuk menguji validitas
konstruk, maka dapat digunakan pendapat ahli. Setelah instrumen dikonstruksikan
tentang aspek-aspek yang akan diukur, dengan berlandaskan teori tertentu, maka
selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli diminta pendapatnya tentang
instrumen yang
telah disusun itu. Jumlah tenaga ahli yang digunakan minimal tiga orang, dan
umumnya mereka telah bergelar doktor sesuai dengan lingkup yang diteliti.
Setelah pengujian
konstruk dengan ahli, maka diteruskan dengan uji coba instrumen. Setelah data
ditabulasi, maka pengujian validitas konstruk dilakukan dengan analisis faktor,
yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen.
2. Pengujian Validitas Isi (Content)
Instrumen yang harus
memiliki validitas isi adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur prestasi
belajar dan mengukur efektivitas pelaksanaan program dan tujuan. Untuk menyusun
instrumen prestasi belajar yang mempunyai validitas isi, maka instrumen harus
disusun berdasarkan materi pelajaran yang telah diajarkan. Sedangkan
instrumen yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan program, maka instrumen
disusun berdasarkan program yang telah direncanakan.
Untuk instrumen yang
berbentuk tes, maka pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan
membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah
diajarkan. Jika dosen memberikan ujian di luar pelajaran yang telah ditetapkan,
berarti instrumen ujian tersebut tidak mempunyai validitas isi.
Secara teknis,
pengujian validitas konstruksi dan validitas isi dapat dibantu dengan
menggunakan kisi-kisi instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat variabel yang
diteliti, indikator sebagai tolok ukur, dan nomor butir (item) pertanyaan atau
pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator. Dengan kisi-kisi instrumen
itu, maka pengujian validitas dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis.
3.
Pengujian Validitas Eksternal
Validitas eksternal
instrumen diuji dengan cara membandingkan (untuk mencari kesamaan) antara
kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di
lapangan. Misalnya instrumen untuk mengukur kinerja sekelompok pegawai. Maka
kriteria kinerja pada instrumen tersebut dibandingkan dengan catatan-catatan di
lapangan (empiris) tentang kinerja yang baik. Bila telah terdapat kesamaan
antara kriteria dalam instrumen dengan fakta di lapangan, maka dapat dinyatakan
instrumen tersebut mempunyai Validitas eksternal yang tinggi.
G. PENGUJIAN RELIABILITAS
INSTRUMEN
Pengujian reliabilitas
instrumen menurut Sugiyono (2010:354) dapat dilakukan secara eksternal dan
internal. Secara eksternal, pengujian dilakukan dengan test – retest
(stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal pengujian
dilakukan dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen
dengan teknik-teknik tertentu.
1. Test retest
Instrumen penelitian
dicobakan beberapa kali pada responden yang sama dengan instrumen yang sama
dengan waktu yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara
percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan
signifikan, maka
instrumen
tersebut sudah dinyatakan reliabel.
2. Ekuivalen
Instrumen yang
ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda, tetapi maksudnya
sama. misalnya, berapa tahun pengalaman Anda bekerja di lembaga ini? Pertanyaan
tersebut ekuivalen dengan tahun berapa Anda mulai bekerja di lembaga ini?
Pengujian dengan cara
ini cukup dilakukan sekali, tetapi instrumennya dua dan berbeda, pada
responden yang sama. Reliabilitas diukur dengan cara mengkorelasikan antara
data instrumen yang satu dengan instrumen yang dijadikan ekuivalennya.
Bila korelasi positif dan signifikan, maka instrumen dapat dinyatakan
reliabel.
3. Gabungan
Pengujian dilakukan
dengan cara mencobakan dua instrumen yang ekuivalen beberapa kali ke responden
yang sama. cara ini merupakan gabungan dari test-retest (stability) dan
ekuivalen. Reliabilitas instrumen
dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrumen, setelah itu dikorelasikan pada
pengujian kedua dan selanjutnya dikorelasikan secara silang. Jika dengan dua
kali pengujian dalam waktu yang berbeda, maka akan dapat dianalisis keenam
koefisien reliabilitas. Bila keenam koefisien korelasi itu semuanya
positif dan signifikan, maka
dapat dinyatakan
bahwa instrumen itu reliabel.
4. Internal Consistency
Pengujian reliabilitas
dengan internal consistency, dilakukan dengan cara mencobakan instrumen
sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik-teknik
tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas
instrumen. Pengujian reliabilitas instrumen
dapat dilakukan
dengan teknik belah dua dari Spearman Brown (Sp lit half), KR20, KR21 dan Anova
Hoyt.
DAFTAR
PUSTAKA :
http://maer-elamien.blogspot.co.id/2012/12/metodologi-penelitian-skala-pengukuran_4285.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar