BUDAYA LAMPUNG TENGAH
Sejarah Lampung Tengah
Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Lampung, Indonesia. Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 12 tahun
1999, Kabupaten Lampung Tengah mengalami pemekaran menjadi dua kabupaten
dan satu kota yaitu Kabupaten Lampung Tengah sendiri, Kabupaten Lampung
Timur dan Kota Metro. Seiring otonomi daerah serta pemekaran wilayah,
ibukota Kabupaten Lampung Tengah yang semula berada di Kota Metro, pada
tanggal 1 Juli 1999 dipindahkan ke Kota Gunung Sugih. Kegiatan
pemerintahan dengan skala kabupaten dipusatkan di Kota Gunung Sugih
sedangkan kegiatan perdagangan dan jasa dipusatkan di Kota Bandar Jaya.
Adat istiadat
Adat istiadat
Lampung Tengah adalah masyarakat adat pepadun yang dikenal dengan Abung
Siwo Telu Suku. Upacara adat Lampung Tengah umumnya ditandai dengan
adanya perkawinan yang berbentuk perkawinan "jujur" dengan menurut garis
keturunan patrilineal yang ditandai dengan adanya pemberian uang kepada
pihak mempelai wanita untuk menyiapkan "Sesan" berupa alat-alat rumah
tangga. Sesan tersebut akan diserahkan kepada pihak keluarga laki-laki
pada saat upacara perkawinan berlangsung yang sekaligus sebagai
penyerahan mempelai wanita kepada keluarga laki-laki.
Dengan
demikian secara hukum adat maka putuslah hubungan keluarga antara
mempelai wanita dengan kedua orang tuanya. Upacara perkawinan tersebut
dalam perkawinannya dapat dengan cara Ngibal Serbo. Bumbang Aji. Ittar
Waway. Dan sebumbungan.
Prinsip-prinsip dalam kehidupan
sehari-hari yang menunjukkan suatu corak khas masyarakat Lampung dapat
disimpulkan ada 5 (lima ) prinsip, yaitu :
1. Pesenggiri
"Pi`il Pasenger" diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut
harga diri, perilaku dan sikap yang dapat menjaga dan menegakkan nama
baik dan martabat secara pribadi maupun secara berkelompok senantiasa
dipertahankan. Dalam hal-hal tertentu seseorang (Lampung) dapat
mempertaruhkan apa saja termasuk nyawanya demi untuk mempertahankan
pi`ill pesenggiri tersebut.
2. Sakai Sambaian
"Sakai Sanbaian" meliputi beberapa pengertian yang luas termasuk di
dalamnya gotong royong, tolong menolong, bahu membahu, dan saling
memberi terhadap sesuatu yagn diperlukan bagi pihak-pihak lain. Dalam
hal ini tidak terbatas pada sesuatu yang bersifat materi saja, tetapi
juga dalam arti moril termasuk sumbangan pikiran dan lain sebagainya.
3. Nemui nyimah
"nemui Nyimah" diartikan sebagai bermurah hati dan ramah tamah
terhadap semua pihak, baik terhadap orang dalam satu klan maupun dari
luar klan dan juga terhadap siapa saja yang berhubungan dengannya.
4. Nengah Nyapur
"Nengah Nyapur" adalah tata pergaulan masyarakat Lampung dengan
kesempatan membuka diri dalam pergaulan masyarakat umum dan
berpengetahuan luas, serta ikut berpartisipasi dalam segala hal yang
bersifat baik, yang dapat membawa kemajuan sesuai dengan perkembangan
zaman.
5. Bejuluk Beadek
"Bejuluk Beadek" adalah didasarkan kepada "Titei Gemettei" yagn
diwarisi tutun temurun dari zaman dahulu, tata ketentuan pokok ayng
selalul diikuti (Titei Gemettei) termasuk antara lain menghendaki agar
seseorang disamping mempunyai nama juga diberi gelar sebagai panggilan
terhadapnya. Bagi orang yang belum berkeluarga diberi juluk (bejuluk)
dan setelah kawin.
Adat Istiadat yang masih dilestarikan
SEBELUM PERNIKAHAN
a. Nindai/Nyubuk
Merupakan proses awal, dimana orangtua calon mempelai pria menilai apakah si gadis berkenan dihati atau tidak. Salah satu upacara adat yang diadakan pada saat Begawi (Cakak Pepadun) adalah Cangget Pilangan, dimana bujang gadis hadir dengan mengenakan pakaian adat, disinilah utusan keluarga calon pengantin pria nyubuk atau nindai gadis di balai adat.
b. Nunang (ngelamar)
Pada hari yang di tentukan calon pengantin pria datang melamar dengan membawa bawaan berupa makanan, kue-kue, dodol, alat meroko, alat-alat nyireh ugay cambai (sirih pinang), yang jumlahnya disesuaikan dengan tahta atau kedudukan calon pengantin pria. Lalu dikemukakanlah maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.
c. Nyirok (ngikat)
Bisa digabungkan pada saat melamar. Ini merupakan peluang bagi calon pengantin pria untuk memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis berupa mas berlian, kain jung sarat dan sebagainya. Tata cara nyirok : Orang tua calon pngantin pria mengikat pinggang si gadis dengan benang lutan (benang dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang 1 meter dengan niat semoga menjadi jodoh, dijauhi dari halangan.
d. Berunding (Menjeu)
Utusan pengantin pria datang ke rumah calon mempelai wanita (manjau) dengan membawa dudul cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam apa yang akan dilaksanakan, serta menentukan tempat acara akad nikah.
e. Sesimburan (dimandikan)
Sesimburan dilaksanakan di kali atau sumur dengan arak-arakan. Calon pengantin wanita dipayunngi dengan payung gober, diiringi tetabuhan (gender, gujih dll), talo lunik. Lalu bersama gadis-gadis dan ibu-ibu mandi bersama dan saling simbur, sebagai tanda permainan berakhir dan sebagai tolak bala karena akan melaksanakan akad nikah.
f. Betanges (mandi uap)
Rempah-rempah wewangian (pepun) direbus sampai mendidih dan diletakan dibawah kursi. Calon pengantin wanita duduk di atas kursi tersebut dan dilingkari tikar pandan (dikurung), bagian atas tikar ditutup dengan tampah atau kain, sehingga uap menyebar keseluruh tubuh, agar tubuh mengeluarkan aroma harum, dan agar calon pengantin tidak terlalu banyak berkeringat. Betanges memakan waktu kira-kira 15-25 menit.
g. Berparas (meucukur)
Setelah betanges dilanjutkan dengan berparas, untuk menghilangkan bulu-bulu halus dan membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok pada dahi dan pelipis, dan pada malam hari dilanjutkan memasang pacar pada kuku calon mempelai wanita.
PADA HARI PERNIKAHAN
a. Upacara Adat
Beberapa jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai perundingan akan dilaksanakan dengan cara tertentu. Ditempat keluarga gadis dilaksanakan 3 acara pokok dalam 2 malam, yaitu :
1. Maro Nanggep
2. Cangget pilangan
3. Temu di pecah aji
b. Upacara akad nikah atau ijab kabul
Menurut tradisi lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai wanita.
Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :
- Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
- Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
- Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui).
setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang.
Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa :
• dodol,
• urai cambai (sirih pinang),
• juadah balak (lapis legit),
• kue kering, dan
• uang adat.
Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.
SESUDAH PERNIKAHAN
a. Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk
Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan. Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.
b. Tabuhan Talo Balak
Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat mempelai pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras kunyit campur uang logam.
Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama. Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya.
Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro (selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:
1. ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.
2. Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.
3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
4. istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata :
sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.
5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar